Kamis, 10 Desember 2015

Delima



Aku dibangunkan oleh suara berisik yang menggangu tidurku. Ku lihat jam dinding masih menunjukan pukul enam pagi, aku melangkahkan kaki menuju asal suara yang telah membangunkanku. Suara tersebut ternyata berasal dari gudang tua yang letaknya tak jauh dari kamarku. Aku mendapati sesosok lelaki yang bermata tajam, ia menatapku sembari memberikan senyum hangat di wajahnya, lalu ciuman mendarat di keningku.
 “Selamat pagi sayang, apa aku telah membangunkanmu?” Dialah lelaki yang palingku cintai di dunia ini. Aku mengamati apa gerangan yang sedang ia lakukan.
“Tentu tidak, tapi apa yang sedang Ayah lakukan pagi pagi begini?”
“Ayah sedang membersihkan gudang, coba buka peti di sudut itu!”Aku memperhatikan dengan seksama di sudut ruangan, segeraku buka peti tua tersebut, ternyata isinya berupa buku-buku tua yang usang, berdebu dan tak bernilai.
“Isinya ternyata hanya buku tua! perlukah kita bakar semua buku tua ini ?” Wajah ayah berubah setelah mendengar ucapanku, seakan ada badai telah melanda hatinya yang semula baik baik saja, dengan segera ku hampiri Ayah.
“Kenapa Ayah murung ? apa aku salah bicara ya ?”
“Buku buku tua itu dulunya milik Ibumu, apa kamu tega membakarnya?”
“Tidak, Ayah. Akan aku rapikan buku-buku milik Ibu” Aku sangat tidak menyangka kalau ayah masih menyimpan beberapa koleksi buku milik Ibu, dengan perasaan bersalah, segeraku pilih buku yang masih bisa dibaca dan kuletakkan di perpustakaan kecil milik kami.
Wajah Ayah yang suram telah kembali hangat seperti biasanya, terlihat di wajahnya kalau badai yang telah aku buat tadi telah sirna. Kini Ayah sibuk memperbaiki pintu gudang yang macet, serya bernyayi untuk menghibur dirinya sendiri. Aku sangat senang karena Ayah telah kembali bersemangat seperti biasanya, Aku melangkah menuju dapur dan membuat sarapan untuk kami. Ketika sedang mengoleskan selai pada roti, Aku tak sengaja melihat keluar jendela.
“Seorang tukang pos ?” Aku segera berlari menghampiri kotak pos yang telah lama kosong. Kalau di ingat-ingat dua minggu yang lalu, Aku dan Ayah ingin menanggalkan kotak pos tersebut. Karena kami rasa di zaman yang canggih ini, tidak ada lagi orang yang ingin berkirim surat melalui tukang pos.
Setelah tiba di depan kotak pos tersebut, segeraku ambil surat yang berada di dalamnya. Ternyata terdapat dua pucuk surat, surat pertama dari kantor KPU, yang isinya undangan untuk mencoblos kepala daerah. dan surat kedua surat yang amplopnya berwarna merah muda, layaknya surat cinta dari seorang pemuda kepada gadis idamannya. Aku hanya tersenyum, sambil memandangi surat tersebut.
Untuk yang tercinta
Aldo S.

Aku adalah sebatang lilin kesepian, sejak kau hadir di hidupku, kau nyalakan secercah cahaya pada lilin kesepian ini.  Aku akan selalu menerangi hidupmu asalkan kau ijinkanlah aku untuk selalu bersama denganmu. Walaupun aku tahu, sebatang lilin pada akhirnya akan meleleh demi menerangi hidup orang yang di cintainya.Ttetaplah yakin atas cintaku padamu.

Ima

“Mungkinkah surat ini untuk diriku, siapa lelaki romantis yang telah mengirim surat dengan amplop merah muda ?” Namun yang sangat mengejutkanku adalah surat itu bukan dari seorang lelaki, namun dari seorang wanita yang bernama Imaidina dan surat itu ditujukan untuk Ayahku. Segera ku baca surat tersebut.







“Apakah ini mimpi?” Seorang wanita telah mengirimkan surat cinta, pada seorang pria yang sekarang statusnya duda dan memiliki anak gadis berusia 18 tahun. Aku sungguh tidak mengerti,  wanita itu telah mengirimkan surat cinta murahan tersebut pada Ayahku. Dan bodohnya Aku adalah orang pertama yang membaca surat itu. Apakah wanita ini adalah orang yang hidup puluhan tahun yang lalu, sehingga Dia mencoba mendekati Ayahku dengan surat murahan ini. Lamunanku terhenti, Aku mendengar Ayah memanggilku dari kejauhan. Aku memutuskan untuk menyembunyikan surat tersebut dari Ayah, aku sangat tidak rela kalau Ayah akan berhubungan dengan wanita rendahan yang bernama Imaidina.
“Ada surat datang ya, tumben?”
“Bukan surat sih, tapi undangan untuk mencoblos kepala daerah yang akan dilaksanakan minggu depan” Segera Aku serahkan undangan tersebut kepada ayah. Ia kembali bertanya padaku.
“Kau letakkan dimana buku buku Ibumu ?”
“Aku menyusunnya di perpustakaan kita, Ayah  ayo kita sarapan !”  Dengan lahap kami memakan dua lembar roti tawar dengan selai favorit masing masing, tak lupa aku menyiapkan kopi hangat untuk Ayah, dan segelas susu coklat untukku.
Setelah sarapan, Ayah menuju ruang tamu untuk menonton televisi. Aku membereskan meja makan, mencuci piring kotor dan membersihkan dapur. Aku kembali teringat surat cinta yang aku peroleh tadi pagi, Aku letakkan suratnya di dalam lemari yang terkunci. Aku berharap Ayah tidak akan menemukannya apalagi membaca isinya.
Ketika ingin pergi tidur, Aku kembali teringat pada surat cinta tersebut. Dalam hatiku yang paling dalam, aku sangat yakin kalau Ayah akan selalu mencintai Ibu, Dia pasti akan menolak untuk menikah lagi. Aku masih mengingat janji cinta yang telah di ucapkan oleh Ayah ketika Ibuku sedang sakit, Dia mengatakan bahwa akan menjaga diriku serta berjanji tidak akan menikah lagi, jika tanpa ijin dariku selaku anaknya. Aku juga tahu kalau Ayah masih mencintai Ibuku, walaupun mereka telah lama dipisahkan oleh maut.
“Tuhan, cobaan apa yang akan menimpa hambamu ini?  tak cukupkah kau pisahkan Aku dengan Ibuku? dan sekarang ada seorang wanita yang mencintai Ayahku, Aku jelas sangat tidak ingin memiliki Ibu tiri”
Aku akhirnya terlelap dengan air mata yang membasahi pipiku dan kesedihan yang mendalam. Hati kecilku sangat takut akan sosok ibu tiri, yang mungkin saja akan datang menghampiriku. Dengan perlahan Ia nantinya akan menghasut Ayah, sehingga ia tidak akan mempercayai dan menyayangiku lagi. Kisah hidupku akan penuh dengan derita dan siksa dari seorang Ibu tiri yang kejam. Mungkin menurut Ayah ini hanya terdapat dalam film ataupun cerita pendek, namun kenyataannya yang Aku tahu, memang begitulah Ibu tiri di dunia nyata.
Pada hari berikutnya, Aku kembali dikejutkan dengan melihat seseorang yang sangat ku benci.
“Tukang pos lagi ?” Beberapa hari yang lalu, tukang pos telah menyampaikan surat cinta untuk Ayah, sekarang apakah si wanita murahan itu masih saja ingin menggoda ayahku. Segera Aku berlari menghampiri kotak pos tersebut, ku lihat hanya ada sepucuk surat yang benar saja, nama Imaidina melekat pada surat itu.
Untuk yang tercinta
Aldo  S.

Aku sangat tidak menyangka jika kau membalas cintaku. Mungkin aku adalah wanita yang paling beruntung di dunia ini, karena kau bersedia menjadi pendamping dalam hidupku. Aku akan terus berusaha untuk menjadi isteri dan ibu yang baik di masa depan. Terima kasih atas cinta dan kesempatan yang telah kau berikan padaku. Aku sangat bahagia bisa bersama dengan dirimu.

Ima

Aku berlari menuju kamar, mengunci pintu kamar dan segera membaca surat tersebut









Seperti petir telah menyambar kepalaku, kilat yang membutakan mataku, tubuh yang dulu kering, sekarang dipenuhi keringat dingin. Semua kebahagiaan seakan sirna,  setelah Aku membaca surat terkutuk dari wanita yang bernama Imaidina. Sungguh ini adalah sebuah bukti penghianatan atas cinta Ibuku, Ayah adalah lelaki yang paling Aku sayangi namun sekarang semuanya telah berubah.
Hasutan dari iblis merasuk kedalam hatiku, dan akhirnya Aku memutuskan untuk pergi meninggalkan rumah. Aku sudah tak peduli lagi pada Ayah dan keinginannya untuk menikah lagi. Jangankan melihat Imaidina, mendengar suaranya pun, aku sudah tak sudi. Dia bagaikan iblis yang sengaja tercipta untuk menyiksaku dikemudian hari.
Dengan wajah sendu, Aku memutuskan untuk meninggalkan rumah. Ku langkahkan kaki menuju stasiun bus, Aku kan menuju desa dimana Tanteku tinggal, setidaknya Ia pasti akan menerimaku. Perjalanan selama dua hari telah cukup untuk mengantarku ke rumah tanteku. Sesegera mungkin aku mengetuk pintu
Setelah pintu rumah terbuka, kulihat Tante keluar bersama dengan seorang wanita cantik. Wanita itu langsung memeluk tubuhku. Aku berontak, lalu mendorong tubuh wanita itu.
“Kamu siapa?” Ucapku
“Kemana saja kamu? Apa kamu tidak mau melihat ayahmu untuk terakhir kali ? ayo cepat pulang ke rumahmu !” ucapnya. Aku mendekati tante, lalu bertanya
“Memangnya apa yang terjadi pada Ayah?” Tante meneteskan air mata, Aku pun bingung. Lalu aku membentak wanita tersebut,
“Aku sudah tidak peduli lagi pada Ayahku, Aku sudah menerima sebuah surat yang dikirim oleh Imaidina, isi surat tersebut menyatakan bahwa Ayah akan segera menikahi dirinya, itulah alasannya sehingga aku memilih untuk pergi dan tinggal disini bersama dengan tanteku” Tante memelukku serya berkata,
“Ini hanyalah sebuah kesalahpahaman, dengarkan Tante baik baik. Ima adalah nama panggilan sayang dari ayahmu untuk ibumu, sedangkan Imaidina adalah seorang sahabat baik ibumu, Dina memang mengirimkan surat itu untuk ayahmu, surat yang kau baca  itu  adalah surat cinta yang tak pernah dikirimkan oleh Ibumu, Ibumu terlalu malu untuk mengirimkan surat tersebut, lalu surat itu ia serahkan pada sahabatnya Dina untuk disimpan. Ketika Dina sedang membersihkan rumahnya, Dia tak sengaja menemukan surat tersebut, dia lalu menghubungi tante dan meminta nomor telpon Ayahmu. Ia bermaksud untuk mengembalikan surat tersebut pada ayahmu, lalu Dina mengirimkan surat tersebut ke rumahmu dan itu pun atas persetujuan dari ayahmu,”
Wanita itu menahan tangis dan berkata
“Aku adalah Imaidina, aku datang kesini atas permintaan dari Ayahmu, Dia menitipkanmu padaku.  Pada hari disaat kau pergi meninggalkan rumah, Ayahmu sangat khawatir, ia terus saja mencari dirimu. Pada suatu malam, Ayahmu menelponku, lalu dia memberikan alamat tantemu dan menyuruhku untuk mendatangi alamat tersebut. Tak lama setelah itu, aku mendapatkan telpon dari Ayahmu kembali, namun bukan Ayahmu yang berbicara, seorang polisi lah yang berbicara padaku. Ia mengatakan bahwa Ayahmu terkena musibah kecelakaan dan yang lebih buruknya lagi Ayahmu telah tiada. Aku mohon kembalilah ke rumah, siang ini Ayahmu akan segera di makamkan”
Semuanya sudah jelas bagiku, Aku adalah anak yang durhaka. Ayah adalah lelaki yang setia, dan Imaidina adalah sahabat yang baik untuk Ibu. Aku lah yang telah menyebabkan ini terjadi pada kami, andai dulu Aku berterus terang pada Ayah, disaat surat itu datang, maka semua ini tidak akan pernah terjadi.
Ayah telah pergi menyusul Ibu dan Ia telah menitipkanku pada Imaidina. Wanita yang aku benci, akhirnya menjadi Ibu pengganti bagiku.
BERSAMBUNG

Jumat, 13 November 2015

Psikoanalisis dalam Novel The Kite Runner



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam perkembangan ilmu sastra, mulailah dirasakan adanya pengaruh dari ilmu kemasyarakatan dan psikologi dalam studi sastra. Dengan semakin kuatnya arus masuk sosiologi dan psikologi ke dalam studi sastra, maka muncullah dua pendekatan baru, yakni: (1) pendekatan sosiologi yang memanfaatkan teori sosiologi; (2) pendekatan psikologi yang memanfaatkan teori psikologi.
Munculnya kajian sastra dengan menggunakan pendekatan psikologi ini berawal dari semakin meluasnya pengaruh teori psikoanalisis-nya Freud yang mulai muncul tahun 1905. Meluasnya teori psikoanalisis ini disebabkan oleh semakin luasnya penyebaran teori Freud mengenai tafsir mimpi (1900) dan Tiga teori tentang seksualitas (1905). Ditambah lagi, kedua teori penting tersebut telah berhasil mengangkat Freud ke puncak kejayaan sebagai tokoh psikologi modern. Hal itu diperluas lagi mengenai teori psikologi oleh murid-murid Freud seperti: C.G. Jung dengan psikoanalitis dan I.A. Richard dengan teori Kepribadian.
Dengan semakin meluasnya teori psikoanalisis tersebut, tidak terelakan lagi meluasnya pengaruh ke dalam berbagai sisi kehidupan, seperti agama, etika, edukatif, sosial, dan dunia sastra. Dengan pengaruh psikologi tersebut, para penelaah sastra mulai melakukan studi sastra dengan menggunakan pendekatan-pendekatan psikologi.
Namun, semakin berkembangnya psikologi sebagai suatau disiplin ilmu, maka studi sastra dengan pendekatan psikologi pun tidak semata bertumpu pada teori psikoanalisis-nya Freud, tetapi juga psikologi Gestalt, psikologi Behavioral, psikologi Eksistensial, psikologi Sosial, dan sebagainya.
                                                                                         
B.     Rumusan Masalah
Dari uraian yang dikemukakan pada latar belakang, dapat diformulasikan permasalahan pokok sebagai berikut:
1.                  Apa yang dimaksud dengan teori Psikoanalisis?
2.                  Bagaimana sejarah perkembangan teori psikoanalisis?
3.                  Siapakah tokoh-tokoh dalam teori Psikoanalisis?
4.                  Bagaimana kajian Psikologi terhadap Karya Sastra?
5.               Bagaimana kajian Psikologi terhadap Pembaca ?

C.     Tujuan dan Kegunaan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.        Untuk mendapatkan deskripsi tentang teori Psikoanalisis
2.        Untuk mengetahui sejarah perkembangan teori psikoanalisis
3.        Untuk mengetahui tokoh-tokoh dalam teori psikoanalisis.
Sedangkan kegunaan penulisan makalah ini adalah diharapkan makalah ini dapat menjadi bahan belajar pada mata kuliah Prosa Fiksi.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Perkembangan Teori Psikoanalisis
            Dimulai dari suatu metode penyembuhan penderita sakit jiwa, hingga menjadi sebuah gagasan baru tentang manusia, psikoanalisis dianggap salah satu gerakan revolusioner dalam bidang psikologi. Peletak dasar teori ini adalah Sigmund Shlomo Freud, yang dijuluki sebagai bapak penjelajah dan pembuat peta ketidaksadaran dimana hal itu merupakan sumber energi perilaku manusia. Freud menyusun sebuah model sifat manusia untuk memahami manusia.
Sigmund Freud dilahirkan di Moravia, Cekoslovakia pada tanggal 6 mei 1856, pada usia 4 tahun bersama keluarganya Freud pindah ke Wina, Austria sebuah tempat dimana beliau kemudian menghabiskan hampir sebagian besar hidupnya. Sejak kecil beliau dikenal pandai, gemar membaca, dan menguasai berbagai bahasa, di antaranya bahasa Jerman, Perancis, Inggris, Italia, Spanyol, Latin, Yunani, dan lain sebagainya. Kondisi politik Austria saat itu membatasi ruang geraknya sebagai seorang Yahudi untuk bisa meneruskan cita-citanya kuliah di fakultas hukum, sehingga Freud memutuskan untuk mengambil jurusan kedokteran, dan pada usia 25 tahun dia telah lulus dan bekerja di sebuah rumah sakit di kota Wina. Di sini Freud bertemu dengan seorang dokter dokter spesialis syaraf bernama Josef Breuer,  yang sedang merawat seorang pasien dengan gejala-gejala histeria bernama Bertha Pappenheim.
Pada tahun 1885 Freud mendapatkan kesempatan untuk pergi ke Paris selama 4 bulan dan bertemu dengan Jean Charchot, seorang ahli syaraf dan hipnotis berkebangsaan Jerman. Dari beliau, Freud belajar tentang penggunaan hipnotis untuk menyembuhkan gejala-gejala histeria. Sepulangnya dari Paris, di Wina Freud kembali bekerja sama dengan Breuer dan menghasilkan sebuah buku yang sangat terkenal Studies of Hysteria (Freud & Breuer, 1895). Buku ini kemudian menjadi dasar bagi penelitian-penelitian Freud selanjutnya, beliau pertama kali memperkenalkan istilah psikoanalisa pada tahun 1896. Tulisan-tulisan Freud berikutnya pada periode tahun 1890-an banyak membahas tentang pentingnya peningkatan kesadaran individu tentang kehidupan seksualitasnya. Menurut Freud gejala-gejala histeria dan neurosis disebabkan oleh pengalaman seksual yang traumatis pada masa kecil.
Kombinasi antara ketertarikan Freud kepada masalah-masalah kejiwaan dengan pengalaman pribadinya pada masa kecil, dimana dia pernah mengalami ketertarikan pada ibu tirinya, serta rasa marahnya pada sang ayah, membuatnya ingin melakukan penelitian tentang mimpi dan fantasi. Hasil penelitiannya tersebut dituangkan dalam karya terbesar Freud yaitu Interpretation of Dreams, yang diselesaikannya pad tahun 1899, berisi tentang konsep bahwa mimpi merefleksikan harapan-harapan yang ditekan, dan bahwa proses mental dan fisik itu saling berhubungan satu sama lain, sebuah konsep yang saat itu banyak mendapatkan penolakan dari masyarakat luas.
Seiring dengan penolakan tersebut, respon positif mulai berdatangan dari beberapa simpatisan, dimulai dengan mengadakan forum the Wednesday Psychological Society (1902) hingga menjadi the Vienna Psychoanalytic Society (1908). Pada tahun-tahun itu Fr eud juga menjadi semakin produktif dalam menulis, beberapa buku berhasil diterbitkannya antara lain : the Psychopathology of Everyday Life (1901), Three Essays on Sexuality (1905), dan Jokes and Their Relation to the Unconscious (1905). Sebuah peristiwa penting yang akhirnya memberikan pengakuan terhadap psikoanalisa dan membawanya ke Amerika adalah undangan dari Stanley Hall untuk memberikan kuliah umum di Clark University di Worcester, Massachusetts pada tahun 1909. Setelah itu perhatian dunia semakin besar terhadap teori Psikoanalisa, ditambah dengan terbitnya buku penting Freud yang lain seperti Introductory Lectures on Psycho-Analysis (1917) dan the Ego and the Id (1923).
Perkembangan penting dalam psikoanalisa bukan hanya tentang tulisan-tulisan Freud tapi juga seputar interaksinya dengan para pengikutnya. Beberapa dari muridnya mengembangkan teori psikoterapinya sendiri seperti Alfred Adler, Carl Jung, dan Otto Rank, yang kemudian disebut sebagai neo-Freudian, lebih memfokuskan pada faktor-faktor sosial dan budaya daripada faktor biologis. Karen Horney (1937)  yang tidak setuju dengan pandangan Freud tentang perempuan, berpendapat bahwa faktor budaya dan hubungan interpersonal lebih berpengaruh terhadap kepribadian individu daripada trauma masa kecil. Erich Fromm (1955) memfokuskan penelitiannya pada kelompok-kelompok sosial dan perubahan kebudayaan. Neo-Freudian yang paling banyak mendapat perhatian karena memberikan tambahan dimensi pada teori psikoanalisa, adalah Harry Stack Sullivan (1953) dia memberikan penekanan pada faktor-faktor interpersonal dan hubungan teman sebaya pada masa kecil.
Sigmund Freud terus aktif berkarya hingga maut menjemputnya pada tahun 1939 karena penyakit kanker mulut dan rahang yang telah dideritanya selama 16 tahun terakhir, dan melewati 33 kali operasi. Beliau meninggal dunia di London pada usia 83 tahun dan meninggalkan warisan yang tidak ternilai bagi dunia psikoterapi modern.

B.   Tokoh-tokoh Teori Psikoanalisis
1.      Sigmund Freud, seorang yang sangat berbudaya dan beliau mendapatkan dasar pendidikan Austria yang menghargai karya Yunani dan Jerman Klasik.
2.      T.S Elliot
3.      Carl.G.Jung.
4.      Ribot, psikolog Perancis
5.      L.Russu
6.      Wordsworth yang menggunakan psikologi sebagai uraian genetik tentang puisi.
7.      Tatengkeng, Pujangga Baru. Menyatakan bahwa untuk menulis puisi yang baik penyair harus dalam keadaan jiwa tertentu pula.

C.   Sinopsis
The Kite Runner adalah sebuah kisah penuh kekuatan tentang persaudaraan, kasih sayang, pengkhianatan, dan penderitaan. Khaled Hosseini dengan brilian menghadirkan sisi-sisi lain dari Afghanistan, negeri indah yang hingga kini masih menyimpan duka. Tetapi, bahkan kepedihan selalu menyimpan kebahagiaan. Di tengah belantara puing di kota Kabul, akankah Amir menemukannya?
The Kite Runner mengisahkan tentang dua sahabat karib yang bernama Amir dan Hassan. Amir merupakan seorang anak keturunan Ras Pashtun (ras terhormat di Afghanistan pada saat itu), ayahnya bernama Agha Sahib, seorang duda yang kaya raya. Sedangkan Hassan hanyalah anak seorang pelayan. Ayah Hassan bernama Ali dan ia merupakan pelayan di rumah Agha Sahib. Hassan merupakan anak keturunan Ras Hazara. Amir dan Hassan tinggal di Kabul Afghanistan, dan pada saat itu merupakan era pertempuran antara Taliban dengan Rusia. Amir dan Hassan selalu bermain bersama. Di tempat mereka tinggal, ada seorang anak yang bernama Assef yang memiliki kelainan seksual dan suka menganiaya anak laki-laki bersama geng brutalnya. Pada suatu hari, Assef ingin mencelakai Amir. Namun Hassan menyelamatkan Amir dengan gagah berani. Ia menembakkan ketapel ke mata Assef. Assef meraung kesakitan dan berjanji akan membalas perbuatan itu. Hassan setia mengikuti kemanapun Amir pergi, bahkan ia juga selalu berusaha melindungi Amir dari serangan Assef. Pada saat ulang tahun Hassan, Amir menghadiahi sebuah layang-layang kepada Hassan. Hassan sangat senang sekali menerima hadiah itu dan ia juga berjanji untuk mengajari Amir bermain layang-layang. Amir tidak bisa bermain layang-layang dan Hassan adalah seorang pemain layangan yang hebat. Berkat pengajaran dari Hassan, Amir dapat memainkan layang-layang dengan sangat baik. Bahkan pada saat ada pertandingan lokal bermain layang-layang, Amir berhasil memenangkannya. Pada saat Hassan pergi mengambil layang-layang Amir yang terjatuh di suatu tempat, Assef mengikutinya dan berhasil mendapatkan Hassan yang tengah sendirian berada di sebuah gang yang sepi. Pada saat itulah, Assef melakukan tindak kekerasan seksual kepada Hassan. Sebenarnya pada saat kejadian itu, Amir melihatnya. Namun ia memutuskan untuk melarikan diri dan tidak menolong sahabatnya, Hassan, yang telah rela melakukan apapun demi dia. Semenjak kejadian itu, Amir menjauh dari Hassan dan berbuat apa saja untuk membuat Hassan bisa pergi jauh dari dirinya. Pada saat itulah Amir memfitnah Hassan telah mencuri jam tangannya. Akibat peristiwa itu, Ali, ayah Hassan memutuskan untuk tidak bekerja lagi untuk keluarga Agha Sahib. Beberapa Tahun kemudian, terjadi invansi besar-besaran oleh Rusia, yang membuat Agha Sahib dan Amir harus mengungsi ke Amerika. Di Amerika, Amir mmenyelesaikan pendidikannya dan menjadi seorang penulis novel. Amir kemudian menikah dengan seorang wanita bernama Soraya, yang merupakan seorang puteri Jenderal yang bernama Taheri. Kemudian, setelah meninggalnya Agha Sahib, ayah Amir, tiba-tiba Amir mendapatkan sebuah surat dari Rahim Khan, yang merupakan rekan kerja dan teman baik ayahnya. Rahim Khan menyuruh Amir untuk pergi ke Pakistan untuk menemui dirinya. Setelah tiba di Pakistan, Rahim Khan menceritakan segala hal kepada Amir. Rahim Khan memberitahu Amir bahwa Hassan sebenarnya adalah saudara tirinya. Saat itulah Amir ingin bertemu kembali dengan Hassan. Namun Hassan telah meninggal bersama istrinya, Farzana. Mereka dibunuh oleh Kelompok Taliban. Namun, anak Hasan masih hidup dan sekarang berada di Afghanistan, di bawah kekuasaan Assef yang sekarang menjadi eksekutor Taliban. Amir berniat untuk kembali ke Afghanistan untuk menolong anak Hassan yang bernama Sohrab. Dengan segala cara dan mengeluarkan segenap keberaniaanya saat menghadapi Assef, Amir berhasil membebaskan Sohrab dan membawanya ke Amerika. Ia mengangkat Sohrab sebagai anaknya dan berusaha memenuhi setiap keinginannya, untuk membalas kebaikan temannya, yang tak lain adalah ayah Sohrab, di masa lalu.
Tak hanya menghibur, novel ini juga memberikan pengetahuan bagi pembacanya tentang konflik politik yang terjadi di Afghanistan, terutama mengenai perbedaan kasta antara kaum Sunni dan Syi'ah. Kekejaman kaum Taliban diceritakan dengan brutal, sadis, bengis, dan keji. Betapa sengsaranya rakyat Afghan dan porak porandanya infrastruktur kota-kota di Kabul mengingatkan penulis pada carut marutnya ibu pertiwi yang tak pernah benar-benar merdeka (hanya berganti penjajah dari bangsa asing ke bangsa sendiri). Satu hal yang benar-benar baru bagi penulis adalah potret kehidupan komunitas mayarakat Afghan-Amerika. Para imigran yang memiliki perkampungan tersendiri ini harus memulai hidupnya dari nol dan melupakan status dan kehidupan mewah mereka di negara asalnya agar bisa bertahan hidup. Rasanya tak berlebihan jika novel ini menjadi buku terlaris sepanjang tahun 2005 versi Publisher's Weekly dan menduduki tangga atas best-seller selama lebih dari 50 minggu.


D.   Kajian Psikologi terhadap Karya Sastra
Dalam kajian yang menekankan pada karya sastra ini, penelaah mencoba menangkap dan menyimpulkan aspek-aspek psikologis yang tercermin dalam karakter tokoh dalam karya sastra dengan tanpa mempertimbangkan aspek biografi pengarangnya. Penelaah dapat menganalisis psikologi para tokoh melalui dialog-dialog dan prilakunya dengan menggunakan sumbangan pemikiran dari aliran psikologi tertentu. Dengan demikian, apa yang dilakukan oleh penelaah sastra dala kajian ini merupakan upaya mencari kesejajaran aspek-aspek psikologi dalam karakater tokoh suatu karya dengan pandangan tentang psikologis manusia menurut aliran psikologis tertentu.
Namun, yang menjadi permasalahan kini, karya sastra yang bagaimana yang dapat dikaji dengan pendekatan psikologi sastra?, tentu saja jawabannya: karya sastra yang menekankan pada aspek-aspek psikologis dalam karya sastra itu. Berkaitan dengan konsep sastra psikologis ini, menurut Jung (Sukada, 1987:144), sastra psikologis adalah sastra yang berkaitan dengan cerita tentang dunia kesadaran manusia seperti pelajaran tentang kehidupan, dengan pengalaman nafsu dan puncak nasib secara umum. Semua itu membentuk kehidupan manusia secara sadar, khususnya dalam kehidupan perasaannya.
Sastra psikologis secara kejiwaan diangkat oleh pengarang dari pengalaman bisa lalu dibawa ke tingkat pengalaman puitis dan diungkapkan dengan sedemikian rupa, sehingga mampu membawa pembaca kepada kejelasan dan kedalaman pandangan tentang makhluk manusia yang lebih besar. Karya ini mengenai pengalaman kehidupan manusia dengan segala duka dan sukanya.
Berdasarkan ciri pengolahan aspek psikologisnya, karya-karya psikologis dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu:
1) karya-karya yang oleh pengarangnya belum diberi penafsiran secara psikologis terhadap para tokohnya, sehingga terdapat ruang gerak bagi penelaah untuk menganalisisnya.
2) Karya yang jarang menyajikan eksposisi psikologis. Karya ini disusun berdasrkan anggapan-anggapan psikologis secara implisit. Oleh karena, pengarang tidak menyadari hal yang demikian, maka bagi penelaah itu justru membuat karya tersebut tampak utuh.
Kajian psikologi terhadap aspek kejiwaan para tokoh dalam cerita ini dilakukan dengan menggunakan teori-teori dalam psikologi. Teori psikologi yang telah banyak digunakan dari dulu sampai kini adalah psikoanalisis-nya Freud. Dalam kajian ini penelaah sastra ingin mendapatkan kesejajaran dari aspek-aspek psikologi tokoh dengan teori psikoanalisis.
Berkenaan dengan terdapatnya kesejajaran aspek-aspek psikologi para tokoh dalam karya melalui pandangan aliran psikologi tertentu, terdapat dua pengarang.
Pertama, kesejajaran itu terjadi karena sang pengarang memang sengaja memasukkan pandangan teori psikologi tertentu dalam karyanya. Hal itu seperti telah dilakukan oleh Khaled Hosseini, ia telah memasukan nilai psikologi  pada cerita yang berjudul “The Kite Runner” pada tokoh Amir, tokoh ini merupakan tokoh utama dalam cerita tersebut, id nya adalah ia telah memilih suatu keputusan yang salah pada masa lalunya, Pasa saat Hassan tengah mengejar laying-layang yang putus untuk Amir, Hassan dan Assef terlibat dalam suatu perkelahian memperebutkan laying-layang, pada akhirnya Assef melakukan tindak kekerasan seksual kepada Hassan. Sebenarnya pada saat kejadian itu, Amir melihatnya. Namun ia memutuskan untuk melarikan diri dan tidak menolong sahabatnya, Hassan, yang telah rela melakukan apapun demi dia. Semenjak kejadian itu, Amir menjauh dari Hassan dan berbuat apa saja untuk membuat Hassan bisa pergi jauh dari dirinya. Waktu pun berlalu dan akhirnya Amir memiliki keberaniaan untuk menebus segala kesalahannya dulu pada Hassan, ia harus merawat anaknya Hassan yaitu Sohrab. Terdapat  perubahan psikologi dalam diri tokoh Amir, ketika ia menjadi dewasa, sebagai lelaki yang dewasa ia harus memperbaiki kesalahannya di masa lalu.
Pada tokoh Agha Sahib memiliki kepribadian introvert, yaitu kepribadian yang tertutup lebih banyak berorientasi kepada diri sendiri. tidak mudah kontak dengan orang lain. Hal ini ditujukan pada tingkah laku Agha, dengan sengaja agha sahib menutupi kebenaran bahwa Hassan merupakan saudara tiri dari Amir, itulah alasan Agha Sahib sangat baik kepada Hassan, namun Agha Sahib tidak bisa menunjukan rasa sayangnya kepada anak tirinya tersebut, karena hanya Amir yang merupakan anak yang sah Agha secara hukum.
Kedua, kesejajaran antara aspek-aspek psikologi tokoh dalam suatu karya dengan pandangan psikologi tersebut terjadi secara tidak sengaja. Hal ini dapat terjadi karena pengarang yang memiliki kepekaan rasa lebih dari manusia biasa mampu menangkap aspek-aspek kejiwaan manusia yang paling dalam. Aspek-aspek kejiwaan ini lalu diolahnya adan dilahirkannya dalam bentuk sebuah karya. Begitu juga seorang psikolog mampu menangkap aspek-aspek kejiwaan manusia yang paling mendasar. Hanya perbedaannya dengan pengarang, dia tidak menyajikannya dalam wujud karya sastra, tetapi dalam bentuk laporan ilmiah (buku). Hal itulah tidak mengherankan jika di antara keduanya terdapat kesejajaran secara kebetulan, karena tempat berangkatnya sama yaitu perilaku manusia.
E.                Kajian Psikologi terhadap Pembaca

Dalam kajian ini peneliti ingin mendapatkan gambaran tentang berbagaimana pengaruh suatu karya sastra terhadap proses psikologi pembacanya. Penelaah sastra ingin menelusuri bagaimana rahasia daya tarik dari karya sastra terhadap pembaca, baik secara individu maupun kelompok. Penelaaah berusaha mengemukakan bagaimana caranya pengalaman individu sang pembaca dapat dibawa ke dalam pengalaman hidup yang ada dalam suatu karya. Bahlan, jika mungkin menemukan bagaimana caranya pembaca menyatukan diri dengan pengalaman yang terdapat dalam suatu karya.
Kajian psikologi terhadap pembaca mengarahkan diri dengan menggunakan pendekatan Ikonik (pancaran pribadi), artinya bahwa respon tokoh cerita tercermin lewat pribadi pembaca, atau sebaliknya rasa kasihan, simpatik, terpesona, dan sebagainya pembaca ikut seolah-olah larut dalam alur cerita yang dibacanya.


BAB III
PENUTUP

Simpulan
Kritik Psikoanalisis adalah kritik sastra yang menerapkan kaidah-kaidah psikoanalisis dalam membicarakan karya sastra. Psikologi sastra menganalisis secara terperinci pengalaman emosional yang dapat menjadi sumber gangguan jiwa tokohnya. Psikoanalisis pertama kali diperkenalkan oleh Sigmund Freud.
Tokoh-tokoh Teori Psikoanalisis antara lain,Sigmund Freud, T.S Elliot, Carl.G.Jung, Ribot, L.Russu, Wordsworth, Tatengkeng, Pujangga Baru.
Sastra psikologis secara kejiwaan diangkat oleh pengarang dari pengalaman bisa lalu dibawa ke tingkat pengalaman puitis dan diungkapkan dengan sedemikian rupa, sehingga mampu membawa pembaca kepada kejelasan dan kedalaman pandangan tentang makhluk manusia yang lebih besar. Karya ini mengenai pengalaman kehidupan manusia dengan segala duka dan sukanya.
Kajian psikologi terhadap pembaca mengarahkan diri dengan menggunakan pendekatan Ikonik (pancaran pribadi), artinya bahwa respon tokoh cerita tercermin lewat pribadi pembaca, atau sebaliknya rasa kasihan, simpatik, terpesona, dan sebagainya pembaca ikut seolah-olah larut dalam alur cerita yang dibacanya.