Aku dibangunkan oleh suara berisik yang menggangu
tidurku. Ku lihat jam dinding masih menunjukan pukul enam pagi, aku
melangkahkan kaki menuju asal suara yang telah membangunkanku. Suara tersebut
ternyata berasal dari gudang tua yang letaknya tak jauh dari kamarku. Aku
mendapati sesosok lelaki yang bermata tajam, ia menatapku sembari memberikan senyum
hangat di wajahnya, lalu ciuman mendarat di keningku.
“Selamat pagi sayang, apa aku
telah membangunkanmu?” Dialah lelaki yang palingku cintai di dunia ini. Aku
mengamati apa gerangan yang sedang ia lakukan.
“Tentu tidak, tapi apa yang sedang Ayah lakukan pagi pagi begini?”
“Ayah sedang membersihkan gudang, coba buka peti di sudut itu!”Aku
memperhatikan dengan seksama di sudut ruangan, segeraku buka peti tua tersebut,
ternyata isinya berupa buku-buku tua yang usang, berdebu dan tak bernilai.
“Isinya ternyata hanya buku tua! perlukah kita bakar semua buku tua ini
?” Wajah ayah berubah setelah mendengar ucapanku, seakan ada badai telah
melanda hatinya yang semula baik baik saja, dengan segera ku hampiri Ayah.
“Kenapa Ayah murung ? apa aku salah bicara ya ?”
“Buku buku tua itu dulunya milik Ibumu, apa kamu tega membakarnya?”
“Tidak, Ayah. Akan aku rapikan buku-buku milik Ibu” Aku sangat tidak menyangka
kalau ayah masih menyimpan beberapa koleksi buku milik Ibu, dengan perasaan
bersalah, segeraku pilih buku yang masih bisa dibaca dan kuletakkan di
perpustakaan kecil milik kami.
Wajah Ayah yang suram telah kembali hangat seperti biasanya, terlihat di
wajahnya kalau badai yang telah aku buat tadi telah sirna. Kini Ayah sibuk
memperbaiki pintu gudang yang macet, serya bernyayi untuk menghibur dirinya
sendiri. Aku sangat senang karena Ayah telah kembali bersemangat seperti
biasanya, Aku melangkah menuju dapur dan membuat sarapan untuk kami. Ketika
sedang mengoleskan selai pada roti, Aku tak sengaja melihat keluar jendela.
“Seorang tukang pos ?” Aku segera berlari menghampiri kotak pos yang
telah lama kosong. Kalau di ingat-ingat dua minggu yang lalu, Aku dan Ayah
ingin menanggalkan kotak pos tersebut. Karena kami rasa di zaman yang canggih
ini, tidak ada lagi orang yang ingin berkirim surat melalui tukang pos.
Setelah tiba di depan kotak pos tersebut, segeraku ambil surat yang
berada di dalamnya. Ternyata terdapat dua pucuk surat, surat pertama dari kantor
KPU, yang isinya undangan untuk mencoblos kepala daerah. dan surat kedua surat yang
amplopnya berwarna merah muda, layaknya surat cinta dari seorang pemuda kepada
gadis idamannya. Aku hanya tersenyum, sambil memandangi surat tersebut.
Untuk yang tercinta
Aldo S.
Aku adalah sebatang lilin kesepian, sejak kau
hadir di hidupku, kau nyalakan secercah cahaya pada lilin kesepian
ini. Aku akan selalu menerangi
hidupmu asalkan kau ijinkanlah aku untuk selalu bersama denganmu. Walaupun
aku tahu, sebatang lilin pada akhirnya akan meleleh demi menerangi hidup
orang yang di cintainya.Ttetaplah yakin atas cintaku padamu.
Ima
|
“
“Apakah ini mimpi?” Seorang wanita telah mengirimkan surat cinta, pada
seorang pria yang sekarang statusnya duda dan memiliki anak gadis berusia 18
tahun. Aku sungguh tidak mengerti, wanita itu telah mengirimkan surat cinta
murahan tersebut pada Ayahku. Dan bodohnya Aku adalah orang pertama yang
membaca surat itu. Apakah wanita ini adalah orang yang hidup puluhan tahun yang
lalu, sehingga Dia mencoba mendekati Ayahku dengan surat murahan ini. Lamunanku
terhenti, Aku mendengar Ayah memanggilku dari kejauhan. Aku memutuskan untuk
menyembunyikan surat tersebut dari Ayah, aku sangat tidak rela kalau Ayah akan
berhubungan dengan wanita rendahan yang bernama Imaidina.
“Ada surat
datang ya, tumben?”
“Bukan surat sih, tapi undangan untuk mencoblos kepala daerah yang akan
dilaksanakan minggu depan” Segera Aku serahkan undangan tersebut kepada ayah.
Ia kembali bertanya padaku.
“Kau
letakkan dimana buku buku Ibumu ?”
“Aku menyusunnya di perpustakaan kita, Ayah ayo kita sarapan !” Dengan lahap kami memakan dua lembar roti
tawar dengan selai favorit masing masing, tak lupa aku menyiapkan kopi hangat
untuk Ayah, dan segelas susu coklat untukku.
Setelah sarapan, Ayah menuju ruang tamu untuk menonton televisi. Aku
membereskan meja makan, mencuci piring kotor dan membersihkan dapur. Aku
kembali teringat surat cinta yang aku peroleh tadi pagi, Aku letakkan suratnya
di dalam lemari yang terkunci. Aku berharap Ayah tidak akan menemukannya
apalagi membaca isinya.
Ketika ingin pergi tidur, Aku kembali teringat pada surat cinta
tersebut. Dalam hatiku yang paling dalam, aku sangat yakin kalau Ayah akan
selalu mencintai Ibu, Dia pasti akan menolak untuk menikah lagi. Aku masih
mengingat janji cinta yang telah di ucapkan oleh Ayah ketika Ibuku sedang
sakit, Dia mengatakan bahwa akan menjaga diriku serta berjanji tidak akan
menikah lagi, jika tanpa ijin dariku selaku anaknya. Aku juga tahu kalau Ayah
masih mencintai Ibuku, walaupun mereka telah lama dipisahkan oleh maut.
“Tuhan, cobaan apa yang akan menimpa hambamu ini? tak cukupkah kau pisahkan Aku dengan Ibuku?
dan sekarang ada seorang wanita yang mencintai Ayahku, Aku jelas sangat tidak
ingin memiliki Ibu tiri”
Aku akhirnya terlelap dengan air mata yang membasahi pipiku dan
kesedihan yang mendalam. Hati kecilku sangat takut akan sosok ibu tiri, yang
mungkin saja akan datang menghampiriku. Dengan perlahan Ia nantinya akan
menghasut Ayah, sehingga ia tidak akan mempercayai dan menyayangiku lagi. Kisah
hidupku akan penuh dengan derita dan siksa dari seorang Ibu tiri yang kejam. Mungkin
menurut Ayah ini hanya terdapat dalam film ataupun cerita pendek, namun
kenyataannya yang Aku tahu, memang begitulah Ibu tiri di dunia nyata.
Pada hari berikutnya, Aku kembali dikejutkan dengan melihat seseorang
yang sangat ku benci.
“Tukang pos lagi ?” Beberapa hari yang lalu, tukang pos telah
menyampaikan surat cinta untuk Ayah, sekarang apakah si wanita murahan itu
masih saja ingin menggoda ayahku. Segera Aku berlari menghampiri kotak pos
tersebut, ku lihat hanya ada sepucuk surat yang benar saja, nama Imaidina
melekat pada surat itu.
Untuk yang tercinta
Aldo S.
Aku sangat tidak menyangka jika kau membalas
cintaku. Mungkin aku adalah wanita yang paling beruntung di dunia ini,
karena kau bersedia menjadi pendamping dalam hidupku. Aku akan terus
berusaha untuk menjadi isteri dan ibu yang baik di masa depan. Terima kasih
atas cinta dan kesempatan yang telah kau berikan padaku. Aku sangat bahagia
bisa bersama dengan dirimu.
Ima
|
Seperti petir telah menyambar kepalaku, kilat yang membutakan mataku,
tubuh yang dulu kering, sekarang dipenuhi keringat dingin. Semua kebahagiaan
seakan sirna, setelah Aku membaca surat
terkutuk dari wanita yang bernama Imaidina. Sungguh ini adalah sebuah bukti
penghianatan atas cinta Ibuku, Ayah adalah lelaki yang paling Aku sayangi namun
sekarang semuanya telah berubah.
Hasutan dari iblis merasuk kedalam hatiku, dan akhirnya Aku memutuskan untuk
pergi meninggalkan rumah. Aku sudah tak peduli lagi pada Ayah dan keinginannya untuk
menikah lagi. Jangankan melihat Imaidina, mendengar suaranya pun, aku sudah tak
sudi. Dia bagaikan iblis yang sengaja tercipta untuk menyiksaku dikemudian
hari.
Dengan wajah sendu, Aku memutuskan untuk meninggalkan rumah. Ku
langkahkan kaki menuju stasiun bus, Aku kan menuju desa dimana Tanteku tinggal,
setidaknya Ia pasti akan menerimaku. Perjalanan selama dua hari telah cukup
untuk mengantarku ke rumah tanteku. Sesegera mungkin aku mengetuk pintu
Setelah pintu rumah terbuka, kulihat Tante keluar bersama dengan seorang
wanita cantik. Wanita itu langsung memeluk tubuhku. Aku berontak, lalu
mendorong tubuh wanita itu.
“Kamu siapa?” Ucapku
“Kemana saja kamu? Apa kamu tidak mau melihat ayahmu untuk terakhir kali
? ayo cepat pulang ke rumahmu !” ucapnya. Aku mendekati tante, lalu bertanya
“Memangnya apa yang terjadi pada Ayah?” Tante meneteskan air mata, Aku
pun bingung. Lalu aku membentak wanita tersebut,
“Aku sudah tidak peduli lagi pada Ayahku, Aku sudah menerima sebuah surat
yang dikirim oleh Imaidina, isi surat tersebut menyatakan bahwa Ayah akan
segera menikahi dirinya, itulah alasannya sehingga aku memilih untuk pergi dan
tinggal disini bersama dengan tanteku” Tante memelukku serya berkata,
“Ini hanyalah sebuah kesalahpahaman, dengarkan Tante baik baik. Ima
adalah nama panggilan sayang dari ayahmu untuk ibumu, sedangkan Imaidina adalah
seorang sahabat baik ibumu, Dina memang mengirimkan surat itu untuk ayahmu,
surat yang kau baca itu adalah surat cinta yang tak pernah dikirimkan
oleh Ibumu, Ibumu terlalu malu untuk mengirimkan surat tersebut, lalu surat itu
ia serahkan pada sahabatnya Dina untuk disimpan. Ketika Dina sedang
membersihkan rumahnya, Dia tak sengaja menemukan surat tersebut, dia lalu
menghubungi tante dan meminta nomor telpon Ayahmu. Ia bermaksud untuk
mengembalikan surat tersebut pada ayahmu, lalu Dina mengirimkan surat tersebut
ke rumahmu dan itu pun atas persetujuan dari ayahmu,”
Wanita itu menahan tangis dan berkata
“Aku adalah Imaidina, aku datang kesini atas permintaan dari Ayahmu, Dia
menitipkanmu padaku. Pada hari disaat
kau pergi meninggalkan rumah, Ayahmu sangat khawatir, ia terus saja mencari
dirimu. Pada suatu malam, Ayahmu menelponku, lalu dia memberikan alamat tantemu
dan menyuruhku untuk mendatangi alamat tersebut. Tak lama setelah itu, aku
mendapatkan telpon dari Ayahmu kembali, namun bukan Ayahmu yang berbicara,
seorang polisi lah yang berbicara padaku. Ia mengatakan bahwa Ayahmu terkena
musibah kecelakaan dan yang lebih buruknya lagi Ayahmu telah tiada. Aku mohon
kembalilah ke rumah, siang ini Ayahmu akan segera di makamkan”
Semuanya sudah jelas bagiku, Aku adalah anak yang durhaka. Ayah adalah
lelaki yang setia, dan Imaidina adalah sahabat yang baik untuk Ibu. Aku lah
yang telah menyebabkan ini terjadi pada kami, andai dulu Aku berterus terang
pada Ayah, disaat surat itu datang, maka semua ini tidak akan pernah terjadi.
Ayah telah pergi menyusul Ibu dan Ia telah menitipkanku pada Imaidina.
Wanita yang aku benci, akhirnya menjadi Ibu pengganti bagiku.
BERSAMBUNG