Kamis, 10 Desember 2015

Delima



Aku dibangunkan oleh suara berisik yang menggangu tidurku. Ku lihat jam dinding masih menunjukan pukul enam pagi, aku melangkahkan kaki menuju asal suara yang telah membangunkanku. Suara tersebut ternyata berasal dari gudang tua yang letaknya tak jauh dari kamarku. Aku mendapati sesosok lelaki yang bermata tajam, ia menatapku sembari memberikan senyum hangat di wajahnya, lalu ciuman mendarat di keningku.
 “Selamat pagi sayang, apa aku telah membangunkanmu?” Dialah lelaki yang palingku cintai di dunia ini. Aku mengamati apa gerangan yang sedang ia lakukan.
“Tentu tidak, tapi apa yang sedang Ayah lakukan pagi pagi begini?”
“Ayah sedang membersihkan gudang, coba buka peti di sudut itu!”Aku memperhatikan dengan seksama di sudut ruangan, segeraku buka peti tua tersebut, ternyata isinya berupa buku-buku tua yang usang, berdebu dan tak bernilai.
“Isinya ternyata hanya buku tua! perlukah kita bakar semua buku tua ini ?” Wajah ayah berubah setelah mendengar ucapanku, seakan ada badai telah melanda hatinya yang semula baik baik saja, dengan segera ku hampiri Ayah.
“Kenapa Ayah murung ? apa aku salah bicara ya ?”
“Buku buku tua itu dulunya milik Ibumu, apa kamu tega membakarnya?”
“Tidak, Ayah. Akan aku rapikan buku-buku milik Ibu” Aku sangat tidak menyangka kalau ayah masih menyimpan beberapa koleksi buku milik Ibu, dengan perasaan bersalah, segeraku pilih buku yang masih bisa dibaca dan kuletakkan di perpustakaan kecil milik kami.
Wajah Ayah yang suram telah kembali hangat seperti biasanya, terlihat di wajahnya kalau badai yang telah aku buat tadi telah sirna. Kini Ayah sibuk memperbaiki pintu gudang yang macet, serya bernyayi untuk menghibur dirinya sendiri. Aku sangat senang karena Ayah telah kembali bersemangat seperti biasanya, Aku melangkah menuju dapur dan membuat sarapan untuk kami. Ketika sedang mengoleskan selai pada roti, Aku tak sengaja melihat keluar jendela.
“Seorang tukang pos ?” Aku segera berlari menghampiri kotak pos yang telah lama kosong. Kalau di ingat-ingat dua minggu yang lalu, Aku dan Ayah ingin menanggalkan kotak pos tersebut. Karena kami rasa di zaman yang canggih ini, tidak ada lagi orang yang ingin berkirim surat melalui tukang pos.
Setelah tiba di depan kotak pos tersebut, segeraku ambil surat yang berada di dalamnya. Ternyata terdapat dua pucuk surat, surat pertama dari kantor KPU, yang isinya undangan untuk mencoblos kepala daerah. dan surat kedua surat yang amplopnya berwarna merah muda, layaknya surat cinta dari seorang pemuda kepada gadis idamannya. Aku hanya tersenyum, sambil memandangi surat tersebut.
Untuk yang tercinta
Aldo S.

Aku adalah sebatang lilin kesepian, sejak kau hadir di hidupku, kau nyalakan secercah cahaya pada lilin kesepian ini.  Aku akan selalu menerangi hidupmu asalkan kau ijinkanlah aku untuk selalu bersama denganmu. Walaupun aku tahu, sebatang lilin pada akhirnya akan meleleh demi menerangi hidup orang yang di cintainya.Ttetaplah yakin atas cintaku padamu.

Ima

“Mungkinkah surat ini untuk diriku, siapa lelaki romantis yang telah mengirim surat dengan amplop merah muda ?” Namun yang sangat mengejutkanku adalah surat itu bukan dari seorang lelaki, namun dari seorang wanita yang bernama Imaidina dan surat itu ditujukan untuk Ayahku. Segera ku baca surat tersebut.







“Apakah ini mimpi?” Seorang wanita telah mengirimkan surat cinta, pada seorang pria yang sekarang statusnya duda dan memiliki anak gadis berusia 18 tahun. Aku sungguh tidak mengerti,  wanita itu telah mengirimkan surat cinta murahan tersebut pada Ayahku. Dan bodohnya Aku adalah orang pertama yang membaca surat itu. Apakah wanita ini adalah orang yang hidup puluhan tahun yang lalu, sehingga Dia mencoba mendekati Ayahku dengan surat murahan ini. Lamunanku terhenti, Aku mendengar Ayah memanggilku dari kejauhan. Aku memutuskan untuk menyembunyikan surat tersebut dari Ayah, aku sangat tidak rela kalau Ayah akan berhubungan dengan wanita rendahan yang bernama Imaidina.
“Ada surat datang ya, tumben?”
“Bukan surat sih, tapi undangan untuk mencoblos kepala daerah yang akan dilaksanakan minggu depan” Segera Aku serahkan undangan tersebut kepada ayah. Ia kembali bertanya padaku.
“Kau letakkan dimana buku buku Ibumu ?”
“Aku menyusunnya di perpustakaan kita, Ayah  ayo kita sarapan !”  Dengan lahap kami memakan dua lembar roti tawar dengan selai favorit masing masing, tak lupa aku menyiapkan kopi hangat untuk Ayah, dan segelas susu coklat untukku.
Setelah sarapan, Ayah menuju ruang tamu untuk menonton televisi. Aku membereskan meja makan, mencuci piring kotor dan membersihkan dapur. Aku kembali teringat surat cinta yang aku peroleh tadi pagi, Aku letakkan suratnya di dalam lemari yang terkunci. Aku berharap Ayah tidak akan menemukannya apalagi membaca isinya.
Ketika ingin pergi tidur, Aku kembali teringat pada surat cinta tersebut. Dalam hatiku yang paling dalam, aku sangat yakin kalau Ayah akan selalu mencintai Ibu, Dia pasti akan menolak untuk menikah lagi. Aku masih mengingat janji cinta yang telah di ucapkan oleh Ayah ketika Ibuku sedang sakit, Dia mengatakan bahwa akan menjaga diriku serta berjanji tidak akan menikah lagi, jika tanpa ijin dariku selaku anaknya. Aku juga tahu kalau Ayah masih mencintai Ibuku, walaupun mereka telah lama dipisahkan oleh maut.
“Tuhan, cobaan apa yang akan menimpa hambamu ini?  tak cukupkah kau pisahkan Aku dengan Ibuku? dan sekarang ada seorang wanita yang mencintai Ayahku, Aku jelas sangat tidak ingin memiliki Ibu tiri”
Aku akhirnya terlelap dengan air mata yang membasahi pipiku dan kesedihan yang mendalam. Hati kecilku sangat takut akan sosok ibu tiri, yang mungkin saja akan datang menghampiriku. Dengan perlahan Ia nantinya akan menghasut Ayah, sehingga ia tidak akan mempercayai dan menyayangiku lagi. Kisah hidupku akan penuh dengan derita dan siksa dari seorang Ibu tiri yang kejam. Mungkin menurut Ayah ini hanya terdapat dalam film ataupun cerita pendek, namun kenyataannya yang Aku tahu, memang begitulah Ibu tiri di dunia nyata.
Pada hari berikutnya, Aku kembali dikejutkan dengan melihat seseorang yang sangat ku benci.
“Tukang pos lagi ?” Beberapa hari yang lalu, tukang pos telah menyampaikan surat cinta untuk Ayah, sekarang apakah si wanita murahan itu masih saja ingin menggoda ayahku. Segera Aku berlari menghampiri kotak pos tersebut, ku lihat hanya ada sepucuk surat yang benar saja, nama Imaidina melekat pada surat itu.
Untuk yang tercinta
Aldo  S.

Aku sangat tidak menyangka jika kau membalas cintaku. Mungkin aku adalah wanita yang paling beruntung di dunia ini, karena kau bersedia menjadi pendamping dalam hidupku. Aku akan terus berusaha untuk menjadi isteri dan ibu yang baik di masa depan. Terima kasih atas cinta dan kesempatan yang telah kau berikan padaku. Aku sangat bahagia bisa bersama dengan dirimu.

Ima

Aku berlari menuju kamar, mengunci pintu kamar dan segera membaca surat tersebut









Seperti petir telah menyambar kepalaku, kilat yang membutakan mataku, tubuh yang dulu kering, sekarang dipenuhi keringat dingin. Semua kebahagiaan seakan sirna,  setelah Aku membaca surat terkutuk dari wanita yang bernama Imaidina. Sungguh ini adalah sebuah bukti penghianatan atas cinta Ibuku, Ayah adalah lelaki yang paling Aku sayangi namun sekarang semuanya telah berubah.
Hasutan dari iblis merasuk kedalam hatiku, dan akhirnya Aku memutuskan untuk pergi meninggalkan rumah. Aku sudah tak peduli lagi pada Ayah dan keinginannya untuk menikah lagi. Jangankan melihat Imaidina, mendengar suaranya pun, aku sudah tak sudi. Dia bagaikan iblis yang sengaja tercipta untuk menyiksaku dikemudian hari.
Dengan wajah sendu, Aku memutuskan untuk meninggalkan rumah. Ku langkahkan kaki menuju stasiun bus, Aku kan menuju desa dimana Tanteku tinggal, setidaknya Ia pasti akan menerimaku. Perjalanan selama dua hari telah cukup untuk mengantarku ke rumah tanteku. Sesegera mungkin aku mengetuk pintu
Setelah pintu rumah terbuka, kulihat Tante keluar bersama dengan seorang wanita cantik. Wanita itu langsung memeluk tubuhku. Aku berontak, lalu mendorong tubuh wanita itu.
“Kamu siapa?” Ucapku
“Kemana saja kamu? Apa kamu tidak mau melihat ayahmu untuk terakhir kali ? ayo cepat pulang ke rumahmu !” ucapnya. Aku mendekati tante, lalu bertanya
“Memangnya apa yang terjadi pada Ayah?” Tante meneteskan air mata, Aku pun bingung. Lalu aku membentak wanita tersebut,
“Aku sudah tidak peduli lagi pada Ayahku, Aku sudah menerima sebuah surat yang dikirim oleh Imaidina, isi surat tersebut menyatakan bahwa Ayah akan segera menikahi dirinya, itulah alasannya sehingga aku memilih untuk pergi dan tinggal disini bersama dengan tanteku” Tante memelukku serya berkata,
“Ini hanyalah sebuah kesalahpahaman, dengarkan Tante baik baik. Ima adalah nama panggilan sayang dari ayahmu untuk ibumu, sedangkan Imaidina adalah seorang sahabat baik ibumu, Dina memang mengirimkan surat itu untuk ayahmu, surat yang kau baca  itu  adalah surat cinta yang tak pernah dikirimkan oleh Ibumu, Ibumu terlalu malu untuk mengirimkan surat tersebut, lalu surat itu ia serahkan pada sahabatnya Dina untuk disimpan. Ketika Dina sedang membersihkan rumahnya, Dia tak sengaja menemukan surat tersebut, dia lalu menghubungi tante dan meminta nomor telpon Ayahmu. Ia bermaksud untuk mengembalikan surat tersebut pada ayahmu, lalu Dina mengirimkan surat tersebut ke rumahmu dan itu pun atas persetujuan dari ayahmu,”
Wanita itu menahan tangis dan berkata
“Aku adalah Imaidina, aku datang kesini atas permintaan dari Ayahmu, Dia menitipkanmu padaku.  Pada hari disaat kau pergi meninggalkan rumah, Ayahmu sangat khawatir, ia terus saja mencari dirimu. Pada suatu malam, Ayahmu menelponku, lalu dia memberikan alamat tantemu dan menyuruhku untuk mendatangi alamat tersebut. Tak lama setelah itu, aku mendapatkan telpon dari Ayahmu kembali, namun bukan Ayahmu yang berbicara, seorang polisi lah yang berbicara padaku. Ia mengatakan bahwa Ayahmu terkena musibah kecelakaan dan yang lebih buruknya lagi Ayahmu telah tiada. Aku mohon kembalilah ke rumah, siang ini Ayahmu akan segera di makamkan”
Semuanya sudah jelas bagiku, Aku adalah anak yang durhaka. Ayah adalah lelaki yang setia, dan Imaidina adalah sahabat yang baik untuk Ibu. Aku lah yang telah menyebabkan ini terjadi pada kami, andai dulu Aku berterus terang pada Ayah, disaat surat itu datang, maka semua ini tidak akan pernah terjadi.
Ayah telah pergi menyusul Ibu dan Ia telah menitipkanku pada Imaidina. Wanita yang aku benci, akhirnya menjadi Ibu pengganti bagiku.
BERSAMBUNG